Modernisme, Tajdid, dan Tantangan Barat

 "Modernisme, Tajdid, dan Tantangan Barat"

Agus Mahfudin Setiawan

picture from Imagine.art

Modernisme meyakini bahwa kemajuan ilmiah dan budaya modern membawa implikasi reaktualisasi berbagai ajaran keagamaan tradisional sesuai dengan pemahaman filsafat ilmiah yang tinggi. Di sisi lain, modernisme adalah gerakan yang secara aktif berupaya untuk mereduksi prinsip-prinsip keagamaan agar sesuai dengan nilai-nilai, pemahaman, persepsi, dan sudut pandang Barat.

Maryam Jameelah juga menegaskan bahwa modernisme pada dasarnya merupakan pemberontakan radikal terhadap agama dan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Mereka yang mengadopsi pandangan ini dipuji sebagai bangsa yang maju dan progresif, sementara mereka yang menentang gerakan ini disebut sebagai bangsa yang terbelakang, kuno, dan reaksioner. Modernisme muncul dalam berbagai bentuk, seperti Komunisme, Sosialisme, Kapitalisme, Pragmatisme, Positivisme, Fasisme, Nasionalisme, dan lain-lain. Meskipun tampak berbeda dan bersaing, pada hakikatnya, mereka berasal dari akar yang sama.

Modernisasi sering dikaitkan dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan politik di Barat mulai dari abad ke-17 hingga ke-19, yang kemudian menyebar ke seluruh dunia, termasuk di dunia Muslim. Dalam teori Levy, modernisasi diklaim melalui eropanisasi, pembaratan, atau amerikanisasi, di mana masyarakat Timur mencontoh pengalaman Barat dalam hal industrialisasi, demokrasi, dan hak asasi. Hal ini menyebabkan modernisasi sering bersifat "Barat sentris". Proses perubahan sosial dalam sebuah modernisasi melibatkan berbagai aspek dalam masyarakat, seperti politik, ekonomi, kebudayaan, dan pendidikan.

Melalui modernisme, budaya Barat kemudian masuk ke negeri-negeri Muslim dengan dalih ilmu pengetahuan dan hasil penelitian ilmiah, yang pada akhirnya menggantikan pandangan hidup Islam. Konsumerisme adalah salah satu budaya yang diperkenalkan oleh Barat melalui ideologi Ekonomi Kapitalisme, yang mengakibatkan produksi barang dan jasa yang tidak terkendali, menciptakan masalah serius dalam kehidupan masyarakat.

Kuntowijoyo menuliskan dalam Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi bahwa alat-alat produksi baru yang dihasilkan oleh teknologi modern, seperti mekanisasi, otomatisasi, dan standardisasi, ternyata membuat manusia cenderung menjadi elemen yang mati dari proses produksi. Teknologi modern yang seharusnya diciptakan untuk membebaskan manusia dari kerja justru menjadi alat perbudakan baru, berubah menjadi alat kepentingan pribadi atau golongan yang dipaksakan kepada massa. Dampaknya adalah penghipasan besar-besaran terhadap manusia, menciptakan kesenjangan ekonomi yang parah, dan menciptakan kebutuhan semu yang sebenarnya tidak diperlukan oleh masyarakat.

Dalam dunia kapitalistik saat ini, manusia hanya menjadi elemen dari pasar. Jika ingin hidup, ia harus bekerja dalam perputaran produksi yang kejam. Manusia yang pada awalnya ditempatkan pada pusat segala sesuatu, kini mengalami degradasi yang akut, hingga tereduksi hanya sebagai unsur kecil dari sistem besar yang membelenggu. Ketika mencoba mencari ketenangan hidup dari dunia yang berisik, manusia hanya akan menemukan absurditas-absurditas yang tak mengantarkan pada apa pun.

Situasi ini telah merasuk dalam jiwa masyarakat Indonesia modern. Saat merasa tertinggal secara sains dan teknologi oleh Eropa, masyarakat Indonesia mencoba mengikuti jalan buntu yang mereka tempuh, dengan harapan mencapai modernitas. Masyarakat yang awalnya bangkit karena nilai-nilai dan pedoman Ilahiah, malah terjerumus pada spekulasi-spekulasi hidup yang berpondasi lemah, yang menyebabkan banyak kekacauan dalam sistem kehidupan.

Untuk mengatasi persoalan modernisme dan serangan budaya Barat, konsep tajdid menawarkan solusi dengan menghidupkan kembali ajaran-ajaran agama guna mereformasi kehidupan Kaum Muslim secara umum ke arah yang lebih baik. Tajdid bukanlah mengubah yang lama dan menghilangkannya, melainkan menghidupkan kembali yang telah terlupakan atau terhapus dalam penerapan ajaran Islam. Dengan demikian, problematika modernisme dan serangan budaya Barat dapat dihadapi dengan bijak dan terukur.

Daftar Pustaka

 

Bakri, Syamsul, Modernisasi dan Perubahan Sosial dalam Lintasan Sejarah Islam, dalam Jurnal Kalimah, Vol. 14, No. 2,  September 2016

Jameelah, Islam dan Modernisme, (Penerbit Usaha Nasional Surabaya: Surabaya, 1982)

Kuntowijoyo, Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 2008) Muhammad Hamid al-Nasir,Menjawab Modernisasi Islam, Terj. Abu Umar Basyir, (Jakarta: Darul Haq, 2004)

Zarkasyi, Amal Fathullah, Tajdid dan Modernisasi Pemikiran Islam, dalam Jurnal Tsaqafah, Vol. 9, No. 2, November 2013

Posting Komentar

0 Komentar